PENGERTIAN MASA PRA-AKSARA
(PRASEJARAH)
PENGERTIAN MASA PRA-AKSARA
(PRASEJARAH)
Zaman pra-aksara/prasejarah adalah suatu zaman atau masa kehidupan manusiasebelum mengenal tulisan atau masa sebelum ada tulisan.
Zaman prasejarah disebut juga ''zaman nirlekha'' (nir = tidak ada, lekha = tulisan/aksara).
ok kita simak berikutnya!!
Untuk mempelajari kehidupan manusia prasejarah di Indonesia, diperlukan bantuan beberapa cabang ilmu pengetahuan, antara lain:
Zaman pra-aksara/prasejarah adalah suatu zaman atau masa kehidupan manusiasebelum mengenal tulisan atau masa sebelum ada tulisan.
Zaman prasejarah disebut juga ''zaman nirlekha'' (nir = tidak ada, lekha = tulisan/aksara).
ok kita simak berikutnya!!
Untuk mempelajari kehidupan manusia prasejarah di Indonesia, diperlukan bantuan beberapa cabang ilmu pengetahuan, antara lain:
- Paleontologi, ilmu yg mempelajari tentang fosil.
- Paleontropologo, ilmu yg mempelajari asal usul dan evolusi manusia dengan mempergunakan fosil manusia sebagai bahan penemuan.
- Geologi, ilmu yg mempelajari ciri2 lapisan bumi serta perubahan perubahannya.
- Antropologi, yg mempelajari tentang peradaban manusia dari bentuk yg paling sederhana sampai ketingkat yg lebih maju.
- Arkeologi, ilmu yg mempelajari peninggalan2 sejarah dan purba kala untuk menyusun kembali kehidupan manusia dan masyarakat masa lampau.
- Geografi, ilmu yg mempelajari keberadaan bumi sebagai tempat berpijaknya manusia di dalam menjalani kehidupannya, dan lain lain.
Zaman prasejarah tidak meninggalkan bukti tertulis, tetapi hanya
meninggalkan benda benda hasil kebudayaan. Umur peninggalan budaya itu dapat
diketahui melalui cara:
- Tipologi, merupakan cara penentuan usia benda peninggalan budaya berdasarkan bentuk tipe dari peninggalan itu. Semakin sederhana bentuk peninggalan budaya manusia itu. Maka usianya semakin tua.
- Stratigrafi, merupakan cara penentuan usia benda peninggalan budaya berdasarkan lapisan tanah tempat benda itu di temukan, semakin kebawah lapisan tanah tempat penemuan benda peninggalan budaya manusia, maka semakin tua usianya.
- Kimiawi, merupakan cara menentukan usia benda peninggalan budaya manusia berdasarkan unsur2 kimia yg di kandung oleh benda tersebut
SUMBER2 YG DI GUNAKANUNTUK
MENGETAHUI KEHIDUPAN ZAMAN PRASEJARAH
Sumber/peninggalan yang di gunakan untuk mengetahui kehidupan zaman
prasejarah, yang utama fosil dan arterak.
- Fosil Fosil adalah tulang belulan manusia, hewan, dan tumbuhan yg telah membatu. Fosil yg dapat yg dapat memberi petunjuk kehidupan manusia purba disebut fosil pandu.
- Arterak Arterak adalah alat alat atau perkakas yg dipakai oleh manusia purba untuk menunjang kehidupannya. Contoh: kapak persegi, kapak lonjong, kapak corong, dan lain lain
Sejarah terbentuknya Kepulauan Indonesia
· ·
in Science and Nature. ·
Indonesia
dengan luas wilayah 1.990.250 Km2 yang secara geografis terletak
diantara dua benua (Benua Asia dan Benua Australia) dan dua Samudra (samudra
Hindia dan samudra Pasifik). Indonesia juga merupakan Negara kepulauan yang
memiliki 13.478 buah pulau, jumlah tersebut adalah jumlah yang didaftarkan ke
PBB, yang diidentifikasi berdasarkan metode dan definisi konvensi PBB.
Secara
zoogeografi, Indonesia dipisahkan oleh garis Wallace, garis ini memisahkan
bagian barat (Oriental region; Indo-malayan sub region) dan bagian timur
(Australian region; Austro-malayan subregion). garis ini terletak antara pulau
Bali dan pulau Lombok di selatan dan antara pulau Borneo dan pulau Sulawesi di
Utara. Bagian barat termasuk di; pulau Sumatra, pulau Jawa dan pulau Borneo
(wilayah Indonesia disebut Kalimantan) serta pulau-pulau kecil di sekitarnya,
sedangkan pada bagian timur terdapat; pulau Sulawesi, Irian Jaya, pulau
Sumbawa, pulau Flores, pulau Sumba dan pulau-pulau kecil yang terdapat di
sekitarnya. Hal ini dikarenakan fauna yang terdapat di Indonesia merupakan
fauna yang sama tipenya dengan fauna yang berasal dari benua Asia dan benua
Australia.
Sedangkan
secara fitogeografi, Indonesia termasuk ke dalam Paleotropical kingdom;
Indo-malaysian subkingdom; Malaysian region (Lincoln et al, 1998).
Perbedaan penyebaran fauna dan flora secara geografis ini sangat dipengaruhi
oleh kemampuan masing-masing dalam melakukan pemencaran dan barriernya. Hewan
senantiasa memiliki suatu luas jelajah tertentu dan terutama hewan terrestrial,
yang dibatasi oleh barrier-barrier geografis. Sedangkan tumbuhan memiliki
distribusi yang luas dengan cara pemencaran yang beragam.
Kenapa
fauna yang terdapat di bagian barat garis Wallace memiliki typical yang berbeda
dengan yang terdapat di bagian timur? Apa factor utama yang menyebabkan hal
ini?
Tulisan
kali ini akan membahas tentang sejarah terbentuknya wilayah Indonesia secara
geografis, sehingga pertanyaan kita tentang pengaruh benua Asia dan Australia
dalam fauna dan flora di Indonesia dapat dipahami dengan lebih mendetail.
Rodinia (1200 Mya)
Pada
1200 juta tahun lalu, seluruh daratan yang ada di bumi tergabung menjadi super
benua yang dinamakan dengan Rodinia. Rodinia berada pada Era Neoproterozoic.
Berdasarkan rekonstruksi ulang yang dilakukan oleh beberapa ahli, Rodinia
tersusun dari beberapa Craton; Craton Amerika utara (yang nantinya akan
terpisah dan menjadi Laurasia), Craton ini dikelilingi oleh craton lainnya,
pada bagian tenggara craton Eropa Timur, craton Amazonia dan craton Afrika
barat. Pada bagian selatan, Rio plato dan San Fransisco, sedangkan pada bagian
barat daya; craton Kongo dan craton Kalahari. Pada bagian timur laut; craton
Australia, craton India dan craton Antartica. Sedangkan untuk craton Siberia,
craton china utara dan selatan, para ahli memiliki perbedaan pendapat untuk
rekonstruksi craton ini.
Pada
super benua Rodinia, kita melihat bahwa Australia pada era ini, sudah mulai
terpisah dari daratan lain, sehingga dinamakan craton Australia.
Gondwana dan Laurasia (650 Mya)
Karena
pergerakan kerak bumi, Rodinia terpisah menjadi dua super benua yaitu Gondwana
dan laurasia. Bagian-bagian yang akan membentuk Indonesia termasuk ke dalam
super benua Gondwana, juga Australia. Pada masa ini pulau Papua sudah terpisah
dari Australia. Sedangkan pulau-pulau lainnya dari Indonesia masih tergabug
dalam craton China Utara.
Pangea (306 Mya)
Juga
merupakan super benua yang terbentuk dari bersatunya Gondwana dan Laurasia.
pada era Paleozoic, era setelah Neoproteozoic. Saya ingin membahas dalam
tulisan terpisah mengenai perbedaan Rodinia dan Pangea. Sekitar tahun ini
beberapa pulau dari Indonesia sudah mulai terpisah dari craton China Utara,
para ahli menyebutnya dengan Malaya. Pada era ini craton China Utara dan craton
China Selatan masih terpisah.
Periode Cretaceous (94 Mya)
Periode
Cretaceous termasuk ke dalam Era Mesozoic, pada periode ini China utara dan
China selatan sedah menyatu dan mulai membentuk Benua Asia. Begitu juga dengan
Malaya, juga bersatu ke dalam Benua ini.
Periode Tertiary (50 Mya)
Periode
ini juga termasuk ke dalam Era Cenozoic, pada periode ini Indonesia mulai
terbentuk. Pulau Sumatra, Jawa dan Borneo masih terpisah jauh dengan pulau
Papua. Bagaimana dengan Sulawesi, berdasarkan pendapat para ahli, Pulau
Sulawesi terbentuk dari pulau-pulau kecil bagian dari daratan Asia,
daratan Australia dan pulau-pulau kecil yang awalnya berada pada samudra
Pasifik, yang disebabkan oleh pergerakan kulit bumi, pulau-pulau ini kemudian
membentuk Sulawesi.
Jadi,
pulau-pulau cikal bakal dari kepulauan Indonesia mulai terbentuk sekitar 50
juta tahun lalu (Mya).Pada Periode Quaternary (sekitar 2 juta tahun yang lalu-
sekarang) itulah proses utama pembentukan kepulauan Indonesia. sekitar 1 juta
tahun yang lalu, pada saat Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Pulau Bali, Pulau Borneo
masih menyatu dengan Semanjung Asia, disebut dengan “Paparan Sunda”. Paparan
sunda ini terpisah oleh naiknya permukaan air laut, mulai dari 20,000
tahun yang lalu sampai sekarang, dengan permukaan air laut yang naik/turun
karena dipengaruhi oleh suhu Bumi dan Glacier, beberapa kali pulalah Paparan
sunda ini terpisah menjadi beberapa pulau, kemudian menyatu kembali, dan
terpisah kembali secara berulang-ulang, sampai kita lihat pada saat sekarang
ini.
Penjelasan
ringkas ini, menggambarkan bahwa asal dari pulau-pulau yang terdapat di
Indonesia berbeda-beda. Pulau Papua yang berasal dari craton Australia
dahulunya, dan telah terbentuk beberapa juta tahun lalu, sebelum terbentuknya
pulau lain di Indonesia. Pulau Sumatra, Jawa dan Borneo yang merupakan bagian
dari craton China Utara, yang kemudian akibat pergerakan kulit bumi membentuk
daratan Asia, dan pada Periode Tertiary, pulau Sumatra, Jawa dan Borneo
terpisah. Berdasarkan rekonstruksi ini, kita bisa melihat darimana asal Fauna
dan Flora yang terdapat di Indonesia. sehingga Fauna yang terdapat pad pulau
Sumatra, Jawa dan Borneo memiliki karakter yang sama dengan yang terdapat di
benua Asia, begitu juga denga pulau Papua yang berasal dari craton Australia.
Sedangkan
pulau unik Sulawesi yang terbentuk dari gabungan beberapa daratan Asia,
Australia dan beberapa pulau dari Samudara Pasifik, menyebabkan pulau ini
memiliki fauna yang unik dan khas.
Wallace
menyatakan perbedaan antara bagian timur dan Barat Indonesia dengan suatu
garis, berdasarkan kepada hal ini dan juga berdasarkan observasi dan
penelitian-penelitian yang dilakukannya.
Situs Manusia Purba Sangiran
Sangiran adalah sebuah situs arkeologi. Secara
geografis situs Sangiran terlatak antara kabupaten Sragen dan kabupaten
Karanganyar di Jawa Tengah. Area ini memilikiluas 48 km2 15km2 sebelah
utara Surakarta di lembah sungai Bengawan Solo dan terletak di kaki gunung
Lawu.
Sejarah Penemuan dan Pengakuan
Pada1936-1941seorang ilmuan
antropologi dari Jerman Gustav Heinrich Ralph von Koenigswal dmulai melakukan
penelitan terhadap situs Sangiran tersebut. Setelah dilakukan penelitaian
berikutnya, ditemukan 50 fosil lebih di antaranya Pithecanthropus erectus (Manusia Jawa), Meganthropus palaeo javanicus.
Selain itu juga ditemukan fosil hewan seperti badak, tanduk kerbau, gading
gajah, tanduk rusa dan lain-lain. Secara keseluruhan diperkirakan umur fosil
yang ditemukan tersebut berusia 1 sampai 1,5 juta tahun dan diperkirakan juga
umur fosil sudah terkubur sejak2 juta tahun yang lalu. Dari 50 fosil yang
ditemukan tersebut sudah mewakili 50% fosil yang ada di dunia.
Sebelum kemunculan Koenigswald, pada
awal 1930-an, masyarakat di sana hanya mengenal fosil-fosil yang banyak
terdapat di lingkungan alam sekitar mereka sebagai balung buto alias tulang-tulang raksasa.
Ilmuwan asal Jerman itu telah memberi pemahaman baru kepada masyarakat Sangiran
terkait keberadaan fosil dan artefak purba.
Selain itu, pemahaman mereka terkait balung buto juga berkaitan
dengan tradisi lisan mengenai perang besar yang pernah terjadi di kawasan
perbukitan Sangiran, ribuan tahun silam. Dalam pertempuran itu banyak raksasa
yang gugur dan terkubur di perbukitan Sangiran, sebagaimana “dibuktikan” lewat
potongan-potongan tulang-belulang besar yang mereka namakan balung buto. Para tetua
kampung yang berusia di atas 60 tahun masih ada yang mengenal mitos tentang
asal usul balung buto tersebut. Bahkan tak sedikit di antara mereka yang masih
percaya akan kebenarannya.
Sebelum kedatangan Koenigswald, balung buto dianggap
memiliki kekuatan magis. Selain berfungsi sebagai sarana penyembuhan berbagai
penyakit, pelindung diri atau sebagai jimat, nilai magis balung buto juga dipercaya
dapat membantu ibu-ibu yang susah melahirkan. Kerena itu, tidak heran bila pada
kurun waktu sebelum 1930-an, balung
butoyang banyak banyak bermunculan di berbagai tempat—di tepi
sungai dan di lereng-lereng perbukitan—jarang diganggu oleh penduduk setempat.
Koenigswald mengubah pandangan itu.
Luasnya cakupan wilayah sirus Sangiran, dengan kondisi alam yang tandus-gersang
dan bebukit-bukit, memang tidak memungkinkan peneliti asing itu bekerja
sendiri. Dalam upaya untuk mengumpulkan fosil, Koenigswald minta bantuan
penduduk.
Sebagai imbalan atas keterlibatan
penduduk, Koenigswald menerapkan sistem upah berupa uang kepada penduduk yang
menemukannya. Besaran hadiah cukup beragam, bergantung pada jenis fosil dan
kelangkaannya. Masyarakat pun mulai sadar, ternyata benda yang dulu mereka
sebut balung buto
memiliki nilai tukar yang cukup menjanjikan.
Setelah ituistilah balung buto perlahan
lenyap digantikan fosil sebagai nama baru, pengertian dan nilainya pun berhasil
diinternalisasikan oleh Koenigswald. Sejak itu pula, masyarakat Sangiran
mengenal konsep pemaknaan baru terkait keberadaan fosil alias balung buto, yang semula
dikaitkan dengan keyakinan sebagai mitos yang bernilai magis menjadi semacam
komoditi baru yang hanya bernilai ekonomis.
Pada tahun 1977 situs Sangiran
dideklarasikan oleh Mentri Pendidikan dan Kebudayaan dan padatahun 1996 terdaftar
dalam situs warisan dunia oleh UNESCO.
Masih terletak di wiliyah Sangiran
terdapat museum Sangiran, di museum tu terdapat koleksi13.086 koleksi fosil manusia
purba dan merupakan situsmanusia purba berdiri tegak yang terlengkap di Asia.
Selain itu juga dapat ditemukan fosil hewan bertulang belakang, fosil binatang
air, batuan, fosil tumbuhan laut serta alat-alat batu sekitar 2 juta tahun yang
lalu hingga 200.000 tahun yang lalu, yaitu dari kala Pliosen akhir hingga akhir
Pleistosen tengah.
Galeri Gambar
·
Museum
Trinil Ngawi | Manusia Purba
·
·
·
Trinil… Mungkin pada saat sekolah SD dulu kita pernah mendengar
nama ini pada saat pelajaran sejarah. Kita sebagai orang ngawi rasanya malu
kalau sampai tidak mengenal museum ini, museum yang sudah dikenal masyarakat
internasional. Sudah banyak turis baik itu dari local ataupun mancanegara yang
berkunjung di museum ini. Sebagai rasa penasaran dan mencoba mengangkat nama museum
trinil ini, kemarin saya bersama kawan saya (temen kos dulu di solo)
berkunjungan ke lokasi museum trinil yang berjarak kurang lebih 14 Km
dari kota ngawi ke arah barat, tepatnya di dukuh pilang, desa kawu, kecamatan
kedunggalar atau pada Km 11 jalan raya jurusan ngawi-solo.
·
Lokasi museum
trinil ini memang terletak di daerah perkampungan dan juga
dikelilingi sungai bengawan solo. Lokasinyapun lumayan jauh dari dari jalan
raya. Ketika kami mulai masuk ke jalan menuju lokasi, nampak jalan sudah mulai
rusak. Setelah beberapa menit perjalanan akhirnya sampai juga dimuseum trinil.
Perlu diketahui juga pagelaran dalang kemarin juga diadakan di pendopo museum
trinil. Suasana disana lumayan nyaman, dengan pepohonan dan juga adanya taman
yang tertata cukup rapi. Yang nampak jelas ketika masuk lokasi museum adalah
patung gajah raksasa.
·
Kemudian kami masuk ke sebuah gedung
yang di pintu masuknya terdapat dua buah gading besar. Di dalam ruangan itulah
terdapat replika dan fosil-fosil koleksi dari museum trinil. Kami juga disambut
oleh pengelola museum tersebut, dia adalah pak catur dan pak agus, pak catur
ini adalah koordinator dari museum trinil sedangkan pak agus adalah salah satu
pengelola disitu. Mereka adalah orang-orang yang ditunjuk BP3 Trowulan untuk
mengelola museum ini. Dari mereka kami mulai bertanya tentang museum ini. Dan
ternyata mereka berdua ini adalah penemu dari salah satu fosil yang terdapat di
ruangan tadi. Pak agus hadi widiyarto ini adalah orang yang menemukan fosil
gading gajah purba (Stegodon Trigonochepahus Ivory) yaitu gading
gajah purba yang hidup pada jaman pleistosen pada tahun 1991. Dia menemukan
fosil gading gajah ini secara kebetulan saja, lokasi dimana ditemukan fosil ini
adalah tempat bermain anak-anak dan ada juga yang sempat tersandung dengan
gading ini, tapi mereka tidak mengira kalau ternyata itu adalah sebuah fosil
gading gajah. Awalnya mas agus ini penasaran kemudian melakukan penggalian
bersama masyarat sekitar. Dia bercerita bahwa dia menemukan fosil itu sekitar pukul
16.30, waktu itu adalah musim kemarau dan memang masyarakat disitu untuk MCK
memang menggunakan air dari bengawan tersebut. Dari hasil temuanya tersebut dia
mendapatkan imbalan uang sebesar 1 juta rupiah dari pemerintah dan diangkat
sebagai pengelola museum trinil. Sebelum pak agus ini menemukan fosil tersebut,
pada tahun 1986 salah satu warga yang bernama pak karno juga menemukan fosil
gading gajah yang hampir mirip dengan temuan pak agus. Pak karno menemukan
fosil itu ketika ingin mencuci baju pada pagi hari tepatnya pada saat musim
hujan. Lokasi ditemukannya fosil gading oleh pak agus dan yang ditemukan pak
karno hanya berjarak 4 meter. Dan secara kebetulan diseberang bengawan tersebut
ada desa dengan nama nggajah sementara di tengah aliran bengawan juga terdapat
sebuah batu besar dan warga mayarakat sekitar menyebutnya dengan “watu gajah”.
Sayang kami tidak bisa bertemu dengan pak karno karena saat kami berkunjung ke
museum, hujan turun cukup deras.
·
Beda lagi dengan pak catur, dia
adalah orang yang menemukan fosil tengkorak manusia purba (Pithecanthropus
Erectus Cranium) duplikat fragmen tengkorak kira-kira pada tahun 1987.
Fosil ini diperkirakan hidup pada masa pleistosen kurang lebih 600.000 tahun
yang lalu. Tapi fosil itu akhirnya dibawa ke Museum Mpu Tantular Surabaya, dan
yang di trinil adalah replikanya saja.
·
Sebelum ditemukannya fosil-fosil
didaerah sini, dulu pada saat jaman penjajahan belanda, seorang Arkeolog
belanda bernama E Dubois menemukan fosil manusia purba. Menurut
penuturan dari pak catur, dubois ini dulu tinggal di benteng van de bosc
(letaknya di desa pelem, ngawi) masyarakat ngawi menyebutnya dengan nama
benteng pendem. Dubois melakukan expedisi ini karena ketertarikannya dengan
cerita masyarkat disini dengan adanya cerita balung buto. Pada tahun 1891-1893
dubois melakukan expedisi bersama para napi, dan akhirnya menemukan fosil
manusia purba. Hasil penemuan itu dibawanya ke belanda. Sebagai penanda bahwa
di tempat itu ditemukan fosil manusia purba, dubois membangun monumen
kecil disitu yang bertujuan ingin menunjukkan posisi di temukannya PE I tahun
1891-1893. Expedisi berikutnya yaitu tahun 1900 dilakukan seorang professor
asal jerman bernama selenka, dia juga menemukan fosil manusia purba, dan hasil
temuan tersebut dibawa ke jerman. Ekspedisi berikutnya yaitu tahun 1952
dilakukan dari pihak Universitas gajah mada jogjakarta (prof T yakub), dan
menemukan fosil tumbuhan dan hewan saja. Dan pada tahun 1986, mbah wiro
merintis museum trinil ini. Ada kesamaan museum trinil dengan museum sangiran
(sragen, jawa tengah) dan yang di pacitan, ketiga museum ini semuanya mempunyai
replica fosil-fosil yang sama.
·
Ketika kami bertanya masalah
pengelolaan museum ini, mereka mengatakan bahwa area didalam museum dikelola
oleh BP3 dan area diluar museum dikelola oleh pemda, dalam hal ini adalah dinas
pariwisata ngawi. Harapan dari para pengelola museum ini adalah bahwa pihak
pemda ngawi melakukan atau mempromosikan museum trinil ini, mereka mengatakan
bahwa pada umumnya masyarakat ngawi sendiri belum mengenal semua dengan museum
trinil ini. Dan kebanyakan yang berkunjung kesini adalah mereka yang dari luar
daerah ngawi. Pak catur juga bercerita pada tahun 1990-an mantan menteri
pendidikan bapak wardiman pernah berkunjung ke museum ini, pak wardiman ini tau
informasi museum trinil malahan dari jerman.
Pembabakan Zaman Prasejarah
Arkaezoikum
Zaman ini
berlangsung kira-kira 2500 juta tahun pada saat itu kulit bumi masih panas,
sehingga tidak terdapat kehidupan, disebut juga masa tanpa kehidupan.
Paleozoikum
Paleozoikum atau sering juga disebut
sebagai zaman primer atau zaman hidup tua berlangsung selama 340 juta tahun.
Mahluk hidup yang muncul pada zaman ini seperti mikroorganisme, ikan, amphibi,
reptil, dan binatang yang tidak bertulang punggung.
Mesozoikum
Mesozoikum atau disebut juga sebagai zaman sekunder atau zaman hidup pertengahan berlangsung selama kira-kira 140 juta tahun, antara 251 hingga 65 juta tahun yang lalu. Pada zaman pertengahan ini reptil besar berkembang dan menyebar ke seluruh dunia sehingga pada zaman ini sering juga disebut sebagai zaman reptil.
Mesozoikum atau disebut juga sebagai zaman sekunder atau zaman hidup pertengahan berlangsung selama kira-kira 140 juta tahun, antara 251 hingga 65 juta tahun yang lalu. Pada zaman pertengahan ini reptil besar berkembang dan menyebar ke seluruh dunia sehingga pada zaman ini sering juga disebut sebagai zaman reptil.
Neozoikum
Neozoikum atau zaman kehidupan baru,
dibagi menjadi dua zaman, yaitu zaman tersier dan zaman kuartier. Zaman tersier
berlangsung sekitar 60 juta tahun dan ditandai dengan berkembangnya jenis
binatang menyusui.
Zaman kuartier ditandai dengan
munculnya manusia, sehingga merupakan zaman terpenting. Zaman kuartier kemudian
dibagi lagi menjadi dua zaman yaitu zaman Pleitosen dan zaman Holosin.
Zaman leitosen ditandai dengan adanya
manusia purba. Zaman pleitosen berakhir 10.000 tahun sebelum masehi dan
kemudian diikuti oleh datangnya zaman holosin yang berlangsung hingga sekarang
ini.
Hasil Budaya
Kehidupan Awal Manusia Di Indonesia
1. Zaman Batu
Zaman batu menunjuk
pada suatu periode di mana alat-alat kehidupan manusia terbuat dari batu,
meskipun ada juga alat-alat tertentu yang terbuat dari kayu dan tulang. Tetapi,
pada zaman ini secara dominan alat-alat yang digunakan terbuat dari batu.
Zaman ini
terbagi menjadi 4 zaman yaitu :
1. Palaeolithikum (Zaman Batu
Tua)
Pada zaman ini alat-alat terbuat dari
batu yang masih kasar dan belum dihaluskan. Apabila dilihat dari sudut mata
pencariannya, periode ini disebut masa berburu dan meramu makanan tingkat sederhana.
Pendukung kebudayaan ini adalah Homo Erectus.
Alat-alat dari tulang dan Flakes termasuk hasil
kebudayaan Ngandong. Kegunaan alat-alat ini umumnya untuk : berburu, menangkap
ikan, ubi dan buah-buahan.
Contoh alat-alat tersebut adalah :
• Kapak Genggam,
banyak ditemukan di daerah Pacitan. Alat ini biasanya disebut "Chopper" (alat penetak/pemotong)
• Alat-alat dari
tulang binatang atau tanduk rusa : alat penusuk (belati), ujung tombak
bergerigi
• Flakes, yaitu
alat-alat kecil yang terbuat dari batu Chalcedon, yang dapat digunakan untuk
mengupas makanan.
Alat-alat dari tulang dan Flakes,
termasuk hasil kebudayaan Ngandong. Kegunaan alat-alat ini pada umumnya untuk :
berburu, menangkap ikan, mengumpulkan ubi dan buah-buahan. Berdasarkan daerah
penemuannya maka alat-alat kebudayaan paleolithikum tersebut dapat dikelompokan
menjadi kebudayaan Pacitan dan Ngandong.
Manusia pendukung kebudayaan dari :
• Pacitan : Pithecanthropus dan
• Ngandong : Homo Wajakensis
dan Homo soloensis.
2. Mesolithikum (Zaman Batu
Tengah)
Rentang waktunya juga tidak jelas
diperkirakan 10.000 tahun yang lalu. Wujud dan ciri peninggalannya berupa
benda-benda terbuat dari tulang, kerang, dan tanduk, serta lukisan pada dinding
batu dan gua yang banyak terdapat pada Indonesia Timur (gambar 3.2 ).
Manusia zaman ini sudah mulai
bercocok tanam dan memelihara ternak. Mereka hidup berkelompok, menggunkan
panah untuk berburu dan membuat manik-manik serta gerabah. Selain itu mereka
juga membuat lukisan pada dinding gua-gua berupa bentuk tangan, kaki, serta
binatang seperti kadal ( gambar 3.2 ), kura-kura, burung, dan benda-benda
langit berupa matahari, bulan, serta perahu.
Ciri zaman Mesolithikum :
• Alat-alat pada
zaman ini hampir sama dengan zaman Palaeolithikum.
• Ditemukannya
bukit-bukit kerang dipinggir pantai yang disebut "kjoken modinger"
(sampah dapur) Kjoken = dapur, moding = sampah)
Alat-alat zaman Mesolithikum :
• Kapak genggam
(peble)
• Kapak pendek
(hache Courte)
• Pipisan (batu-batu
penggiling)
• Kapak-kapak
tersebut terbuat dari batu kali yang dibelah
Alat-alat di atas banyak ditemukan
di daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Flores. Alat-alat Kebudayaan
Mesolithikum yang ditemukan di gua-gua yang disebut "Abris Sous Roche”.
Adapun alat-alat tersebut adalah :
• Flaces (alat
serpih) , yaitu alat-alat kecil yang terbuat dari batu dan berguna untuk
mengupas makanan.
• Ujung mata
panah,
• batu
penggilingan (pipisan),
• kapak,
• alat-alat dari
tulang dan tanduk rusa,
Alat-alat ini ditemukan di gua
lawa Sampung Jawa Timur (Istilahnya : Sampung Bone Culture = kebudayaan Sampung
terbuat dari Tulang).
Tiga bagian
penting Kebudayaan Mesolithikum,yaitu :
• Peble-Culture
(alat kebudayaan Kapak genggam) didapatkan di Kjokken Modinger
• Bone-Culture
(alat kebudayaan dari Tulang)
• Flakes Culture
(kebudayaan alat serpih) didapatkan di Abris sous Roche
Manusia Pendukung Kebudayaan
Mesolithikum adalah bangsa Papua –Melanosoid
3. Neolithikum (Zaman Batu
Muda)
Diperkirakan rentang waktunya mulai
dari 2500 S.M – 1000 S.M.
Peninggalan zaman ini di Indonesia
diperkirakan banyak diperngaruhi oleh imigran dari Asia Tenggara berupa
pengetahuan tentang kelautan, pertanian, dan perternakan berupa Kerbau, Babi,
dan Anjing.
Alat-alat berupa gerabah, alat
pembuat pakaian kulit kayu, tenun, tekhnik pembentukkan kayu dan batu dalam
bentuk mata panah, lumpang, beliung
( gambar 3.3 ), hiasan kerang, gigi binatang, dan manik-manik.
( gambar 3.3 ), hiasan kerang, gigi binatang, dan manik-manik.
Seiring dengan berkembangnya keterampilan
dan kemampuan bercocok tanam yang dibantu oleh kerbau untuk membajak tanah,
kerbau juga dijadikan sebagai binatang simbolik tentang kekuatan dan kekuasaan.
Pada zaman ini alat-alat terbuat
dari batu yang sudah dihaluskan.
Contoh alat tersebut :
• Kapak Persegi,
misalnya : Beliung, Pacul dan Torah untuk mengerjakan kayu. Ditemukan di
Sumatera, Jawa, bali, Nusatenggara, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan
• Kapak Bahu, sama
seperti kapak persegi ,hanya di bagian yang diikatkan pada tangkainya diberi
leher. Hanya di temukan di Minahasa
• Kapak Lonjong, banyak
ditemukan di Irian, Seram, Gorong, Tanimbar, Leti, Minahasa dan Serawak
• Perhiasan ( gelang dan
kalung dari batu indah), ditemukan di jAwa
• Pakaian (dari kulit
kayu)
• Tembikar (periuk
belanga), ditemukan di daerah Sumatera, Jawa, Melolo(Sumba)
Manusia pendukung Kebudayaan
Neolithikum adalah bangsa Austronesia (Austria) dan Austro-Asia (Khmer –
Indochina)
4. Megalithikum (Zaman Batu Besar )
Pada zaman ini peninggalan yang
menonjol adalah bentuk-bentuk menhir atau tugu peringatan, tempat duduk dari
batu, altar, bangunan berundag, peti kubur atau sarkopagus, bentuk-bentuk
manusia, binatang yang dipahat pada batu-batu dengan ukuran besar ( gambar
3.4).
Peninggalan ini banyak terdapat di
Sulawesi Tengah. bangunan berundak memiliki hubungan kepercayaan kepada leluhur
dan kepada yang suci, bahwa bagian yang lebih tinggi adalah tempat suci yaitu
gunung.
Oleh sebab itu bangunan suci, tempat
pemujaan leluhur banyak dibangun pada tempat yang tinggi. Penerapan konsep ini
sampai saat ini digunakan oleh masyarakat Hindu Dharma di Bali dalam membuat
tempat tinggal terutama tempat suci pura.
Hasil kebudayaan zaman Megalithikum
adalah sebagai berikut :
• Menhir , adalah tugu
batu yang didirikan sebagai tempat pemujaan untuk memperingati arwah nenek
moyang
• Dolmen, adalah meja
batu, merupakan tempat sesaji dan pemujaan kepada roh nenek moyang
•
Sarchopagus atau keranda, bentuknya seperti lesung yang mempunyai tutup
•
Kubur batu/peti mati yang terbuat dari batu besar yang masing-masing papan
batunya lepas satu sama lain
• Punden
berundak-undak, bangunan tempat pemujaan yang tersusun bertingkat-tingkat.
1. Zaman Logam
Pada zaman logam orang sudah dapat membuat alat-alat
dari Logam disamping alat-alat dari batu. Orang sudah mengenal teknik melebur
logam, mencetaknya menjadi alat-alat yang diinginkannya.
Teknik pembuatan alat logam ada dua macam yaitu dengan
cetakkan batu yang disebut Bivalve dan dengan cetakkan tanah
liat dan lilin yang disebut Acire Perdue.
Periode ini juga disebut masa perundagian karena dalam
masyarakat timbul golongan undagi yang terampil melakukan pekerjaan tangan.
Zaman logam
dibagi atas:
1. Zaman Tembaga
Orang menggunakan tembaga sebagai alat kebudayaan.
kebudayaan ini hanya dikenal di beberapa bagian dunia saja. Di Asia Tenggara (
termasuk Indonesia ) tidak dikenal istilah zaman tembaga.
2. Zaman Perunggu
2. Zaman Perunggu
Pada zaman ini orang sudah dapat mencampur tembaga
dengan timah dengan perbandingan 3:10 sehingga diperoleh logam yang lebih
keras.
Hasil
kebudayaan Perunggu yang ditemukan di Indonesia adalah:
· Kapak Corong ( Kapak
perunggu ), banyak ditemukan di Sumatera Selatan, jawa, Bali, Sulawesi,
Kepulauan Selayar, dan Irian. Kegunaannya sebagai alat perkakas
· Nekara Perunggu ( Moko
), berbentuk seperti dandang. Banyak ditemukan di daerah Sumatera, Jawa, Bali,
Sumbawa, Roti, Leti, Selayar, dan Kepulauan Kei. Kegunaannya untuk acara
keagamaan dan maskawin
· Bejana Perunggu,
bentuknya mirip gitar Spanyol tetapi tanpa tangkai. Hanya ditemukan di Madura
dan Sumatera
· Arca-arca Perunggu,
banyak ditemukan di Bankinang ( Riau ), Lumajang ( Jatim ), dan Bogor ( Jawa
Barat ). Perhiasan: Gelang, anting-anting, kalung, dan cincin.
Pendahuluan POLA
HUNIAN
Lingkungan merupakan faktor penentu
manusia memilih lokasi permukiman. Oleh karena itu, manusia memperhatikan
kondisi lingkungan dan penguasaan teknologi. Terdapat beberapa variabel yang
berhubungan dengan kondisi lingkungan, antara lain:
1.
Tersedianya kebutuhan akan air, adanya tempat berteduh,
dan kondisi tanah yang tidak terlalu lembab,
2.
Tersedianya sumber daya makanan baik berupa flora-fauna
dan faktor-faktor yang memberikan kemudahan di dalam cara-cara perolehannya
(tempat untuk minum binatang, batas-batas topografi, pola vegetasi),
3. Faktor-faktor
yang memberi elemen-elemen tambahan akan binatang laut atau binatang air (dekat
pantai, danau, sungai, mata air) (Subroto,1995:133-138;Butzer,1984:14-21).
Kehidupan manusia pada masa prasejarah
tergantung pada lingkungan dan penguasaan teknologi. Sumber-sumber subsistensi
dari lingkungan ditambah dengan penguasaan teknologi pada masa itu,
mengakibatkan pola kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan. Selain itu,
manusia juga memanfaatkan bentukan alam untuk mempertahankan hidupnya. Oleh
karena itu, gua dan ceruk menjadi salah satu alternatif tempat tinggal bagi
manusia pada masa prasejarah (Nurani,1999:1-13).
Selain sumber daya yang memadai,
aspek-aspek fisik lingkungan merupakan faktor penting lainnya yang menentukan
kelayakan suatu lokasi untuk permukiman. Dalam kaitannya dengan hunian gua,
faktor-faktor tersebut meliputi morfologi dan dimensi tempat hunian, sirkulasi
udara, intensitas cahaya, kelembaban, kerataan dan kekeringan tanah, dan
kelonggaran dalam bergerak (Yuwono,2005).
Kawasan Gunung Sewu merupakan daerah
yang bercirikan ribuan bukit karst yang menampilkan sejarah kehidupan manusia,
setidaknya sejak kala Pleistosen Akhir hingga Holosen Awal. Salah satu karakter
budaya yang khas adalah pemanfataan gua dan ceruk secara intensif. Ekskavasi
yang telah dilakukan di sejumlah gua hunian prasejarah di Gunungkidul
memberikan gambaran adanya aktivitas pemanfaatan bahan baku yang tidak berasal
dari wilayah permukimannya. Beberapa temuan yang didapatkan di gua-gua itu
merupakan hasil dari daerah pantai, bukan dari daerah pedalaman, seperti
peralatan dan perhiasan dari cangkang kerang laut dan juga adanya temuan hasil
eksploitasi daerah pantai di situs-situs pedalaman tetapi belum diketahui
bagaimana temuan itu dapat sampai di pedalaman. Dari hasil barter antara
komunitas pantai dan pedalaman, atau hasil eksploitasi komunitas pedalaman di
daerah pantai. Dengan terungkapnya bagaimana hubungan itu terjadi maka data
tersebut berguna untuk memahami proses penghunian dan migrasi manusia purba di
Jawa dan Indonesia (Tanudirjo dkk,2003:1–2).
Data yang diperoleh dari hasil survei
penelitian pendahuluan di Kecamatan Tanjungsari, Gunungkidul yang dilakukan
oleh Tim PTKA UGM pada tahun 2003 (Tanudirjo, dkk., 2003; Yuwono, 2005: 40-51;
lihat Peta 1) dan survei lanjutan oleh penulis pada tahun 2006 diketahui adanya
53 situs gua dan 23 diantaranya merupakan situs gua dan ceruk yang potensial
dijadikan hunian pada masa prasejarah. Dari hasil PTKA tahun 2003 tersebut
diketahui adanya pola spasial gua dan ceruknya, terdiri atas tiga kelompok
yaitu daerah pesisir, daerah pedalaman, dan daerah ‘antara’. Namun dari
penelitian tersebut tipe hunian gua dan ceruk tersebut belum diketahui, gua
untuk hunian sementara atau atau hunian menetap.
Sejarah api pertama kali ditemukan
Dalam sejarah
banyak sekali penemuan-penemuan yang sangat membantu bagi kehidupan kita, dan
hampir setiap penemuan dalam sejarah bisa merubah kehidupan umat manusia hingga
dunia. Salah satunya adalah api, sedikit aneh memang kalau kita membicarakan
tentang api, namun api yang kita pergunakan memang merubah bagi kehidupan, dan
kita juga harus tahu sejarah pertama kali api itu ditemukan di dunia ini. Api
sangat dibutuhkan bagi kelangsungan hidup manusia walau kadang api ini menimbulkan
masalah. Tergantung seperti apa api itu kita gunakan, ada pepatah mengatakan
"kecil jadi kawan dan besar jadi lawan". Manfaat api memang sudah
bisa kita rasakan dalam kehidupan seperti untuk penerangan, memasak,
menghangatkan tubuh dan lain sebagainya. image source : public-domain-image.com
Dan terkadang kita bertanya-tanya bagaimana api mula-mula ditemukan dan siapa
penemunya?, Api atau energi panas yang pada awalnya bisa kita dapatkan dengan
membenturkan dua buah batu atau dengan mmenggesekan dua buah kayu, sehingga
akan menimbulkan percikan api yang kemudian bisa kita gunakan pada ranting
kering atau daun kering yang kemudian bisa menjadi sebuah api. Pertama kali api
dikenal adalah pada zaman purba yang secara tidak sengaja mereka melihat petir
yaitu cahaya panas dilangit yang menyambar pohon-pohon disekitarnya, sehingga
api itu pun muncul membakar pohon-pohon itu. Mulai dari situ lah peradaban
mulai berubah, para manusia purba itu pun baru mengenal api untuk memasak,
penerangan dan yang lainnya.
PERKEMBANGAN KEHIDUPAN MASYARAKAT DARI MASA BERBURU SAMPAI MASA BERCOCOK TANAM
PERKEMBANGAN KEHIDUPAN MASYARAKAT DARI MASA BERBURU SAMPAI MASA BERCOCOK TANAM
Masa berburu
Sesuai dengan namanya, kehidupan manusia purba pada masa berburu masih sangat bergantung pada lingkungan. Untuk tempat tinggal, manusia purba pada masa ini banyak menghuni goa-goa yang dekat dengan sumber makanan. Jika sumber makanan sudah tak tersedia lagi di tempat tersebut, maka akan ditinggalkan menuju tempat yang baru.
b. Masa bercocok tanam
Pada masa ini kehidupan manusia purba sudah mulai berangsur-angsur tidak lagi hanya tergantung pada alam. Manusia purba sudah mulai mampu mengolah bahan-bahan yang disediakan oleh alam untuk memenuhi kebutuhan seperti dengan cara berladang dan beternak. Namun kegiatan berburu tak sepenuhnya ditinggalkan. - See more at: http://iwak-pithik.blogspot.com/2012/01/masa-pra-aksara-di-indonesia.html#sthash.7VxOafn5.dpuf
Sesuai dengan namanya, kehidupan manusia purba pada masa berburu masih sangat bergantung pada lingkungan. Untuk tempat tinggal, manusia purba pada masa ini banyak menghuni goa-goa yang dekat dengan sumber makanan. Jika sumber makanan sudah tak tersedia lagi di tempat tersebut, maka akan ditinggalkan menuju tempat yang baru.
b. Masa bercocok tanam
Pada masa ini kehidupan manusia purba sudah mulai berangsur-angsur tidak lagi hanya tergantung pada alam. Manusia purba sudah mulai mampu mengolah bahan-bahan yang disediakan oleh alam untuk memenuhi kebutuhan seperti dengan cara berladang dan beternak. Namun kegiatan berburu tak sepenuhnya ditinggalkan. - See more at: http://iwak-pithik.blogspot.com/2012/01/masa-pra-aksara-di-indonesia.html#sthash.7VxOafn5.dpuf
SISTEM KEPERCAYAAN
Pada
saat itu masyarakat sudah mengenal kepercayaan pada tingkat awal. Mereka yakin
bahwa ada hubungan antara orang yang sudah meninggal dan yang masih hidup.
Mereka
telah mengenal kepercayaan sistem penguburan sebagai bukti penghormatan
terakhir kepada orang yang meninggal. Hal ini terbukti dengan didirikan kuburan
sebagai bukti penghormatan terakhir pada orang yang meninggal
Hal
ini menunjukkan bahwa telah muncul kepercayaan pada masa berburu dan meramu.
Dengan penguburan berarti telah muncul konsep kepercayaan tentang adanya
hubungan antara orang yang sudah meninggal dengan yang masih hidup.
Kepercayaan terhadap roh inilah
dikenal dengan istilah Aninisme.
Aninisme berasal dari kata Anima
artinya jiwa atau roh, sedangkan isme artinya paham atau kepercayaan. Di
samping adanya kepercayaan animisme, juga terdapat kepercayaan Dinamisme.
Dinamisme
adalah kepercayaan terhadap benda-benda tertentu yang dianggap memiliki
kekuatan gaib. Contohnya yaitu kapak yang dibuat dari batu chalcedon (batu
indah) dianggap memiliki kekuatan.
Manusia
purba di Indonesia pada masa ini diperkirakan sudah mengenal bahwa jenazah
manusia itu harus dikubur. Kesadaraan akan adanya kekuatan gaib di luar
perhitungan manusia. Itulah yang menjadi dasar kepercayaan.
Bangsa
Proto Melayu dan Bangsa Deutero Melayu
a. Bangsa Proto Melayu (Bangsa
Melayu Tua)
Kira-kira pada tahun 1500 SM bangsa Proto Melayu masuk ke
Indonesia. Bangsa Proto Melayu memasuki Indonesia melalui dua jalur/
jalan, yakni jalan barat, yaitu melalui Malaya - Sumatra dan jalan timur, yaitu
melalui Pilipina - Sulawesi Utara.
Bangsa Proto Melayu memiliki kebudayaan yang setingkat lebih tinggi
daripada kebudayaan Homo Sapiens Indonesia. Kebudayaan mereka adalah
kebudayan batu-baru atau Neolitikum (neo = baru, lithos = batu). Meskipun
barang-barang hasil kebudayaan mereka masih terbuat dari batu, tetapi telah
dikerjakan dengan baik. Barang-barang hasil kebudayaan yang terkenal ialah
kapak persegi dan kapak lonjong.
Kebudayaan kapak persegi dibawa oleh bangsa Proto Melayu yang
melalui jalan barat, sedangkan kebudayaan kapak lonjong dibawa melalui
jalan timur. Bangsa Proto Melayu akhirnya terdesak dan bercampur dengan
bangsa Deutero Melayu yang kemudian menyusul masuk ke Indonesia.
Bangsa Indonesia sekarang yang termasuk keturunan bangsa Proto Melayu,
misalnya suku bangsa Batak, Dayak, dan Toraja.
b. Bangsa Deutero Melayu (Bangsa Melayu Muda)
Kira-kira tahun 500 SM, nenek moyang kita gelombang ke dua mulai
memasuki Indonesia. Bangsa Deutero Melayu memasuki Indonesia melalui
satu jalan saja, yaitu jalan barat (yakni melalui Malaya - Sumatera ). Menurut
N. Daldjoeni (1984), bangsa Deutero Melayu atau Melayu Muda ini berasal
dari Dongson di Vietnam Utara, sehingga mereka ini kadang kala disebut
orang-orang Dongson. Mereka telah memiliki kebudayaan yang lebih tinggi
daripada bangsa Proto Melayu. Peradaban mereka ditandai dengan
kemampuan mengerjakan logam dengan sempurna. Barang-barang hasil
kebudayaan mereka telah terbuat dari logam. Mula-mula dari perunggu dan
kemudian dari besi. Hasil kebudayaan logam di Indonesia yang terpenting
ialah kapak corong atau kapak sepatu dan nekara. Di bidang pengolahan
tanah, mereka telah sampai pada usaha irigasi atas tanah-tanah pertanian
yang berhasil mereka wujudkan, yakni dengan membabad hutan terlebih
dahulu. Sudah selayaknya mereka mencari daerah-daerah seperti di Jawa
dan pantai-pantai Sumatra untuk digarap seperti di negeri asal mereka.
Mereka juga telah mengenal perikanan laut dan pelayaran, sehingga rute
perpindahan ke Nusantara juga memanfaatkan jalan laut. Bangsa Indonesia
sekarang yang termasuk keturunan bangsa Deutero Melayu, misalnya suku
bangsa Jawa, Madura, Menado dan Melayu (Sumatra, Kalimantan dan
Malaka).
Selanjutnya berdasarkan perbedaan ras, manusia ( penduduk ) Indonesia
awal paling tidak ada 4 (empat) ras, yaitu Manusia Purba, Ras Weddid
(Wedda), Ras Papua - Melanesoida (Negrito), dan Ras Melayu (Austronesia).
Kira-kira pada tahun 1500 SM bangsa Proto Melayu masuk ke
Indonesia. Bangsa Proto Melayu memasuki Indonesia melalui dua jalur/
jalan, yakni jalan barat, yaitu melalui Malaya - Sumatra dan jalan timur, yaitu
melalui Pilipina - Sulawesi Utara.
Bangsa Proto Melayu memiliki kebudayaan yang setingkat lebih tinggi
daripada kebudayaan Homo Sapiens Indonesia. Kebudayaan mereka adalah
kebudayan batu-baru atau Neolitikum (neo = baru, lithos = batu). Meskipun
barang-barang hasil kebudayaan mereka masih terbuat dari batu, tetapi telah
dikerjakan dengan baik. Barang-barang hasil kebudayaan yang terkenal ialah
kapak persegi dan kapak lonjong.
Kebudayaan kapak persegi dibawa oleh bangsa Proto Melayu yang
melalui jalan barat, sedangkan kebudayaan kapak lonjong dibawa melalui
jalan timur. Bangsa Proto Melayu akhirnya terdesak dan bercampur dengan
bangsa Deutero Melayu yang kemudian menyusul masuk ke Indonesia.
Bangsa Indonesia sekarang yang termasuk keturunan bangsa Proto Melayu,
misalnya suku bangsa Batak, Dayak, dan Toraja.
b. Bangsa Deutero Melayu (Bangsa Melayu Muda)
Kira-kira tahun 500 SM, nenek moyang kita gelombang ke dua mulai
memasuki Indonesia. Bangsa Deutero Melayu memasuki Indonesia melalui
satu jalan saja, yaitu jalan barat (yakni melalui Malaya - Sumatera ). Menurut
N. Daldjoeni (1984), bangsa Deutero Melayu atau Melayu Muda ini berasal
dari Dongson di Vietnam Utara, sehingga mereka ini kadang kala disebut
orang-orang Dongson. Mereka telah memiliki kebudayaan yang lebih tinggi
daripada bangsa Proto Melayu. Peradaban mereka ditandai dengan
kemampuan mengerjakan logam dengan sempurna. Barang-barang hasil
kebudayaan mereka telah terbuat dari logam. Mula-mula dari perunggu dan
kemudian dari besi. Hasil kebudayaan logam di Indonesia yang terpenting
ialah kapak corong atau kapak sepatu dan nekara. Di bidang pengolahan
tanah, mereka telah sampai pada usaha irigasi atas tanah-tanah pertanian
yang berhasil mereka wujudkan, yakni dengan membabad hutan terlebih
dahulu. Sudah selayaknya mereka mencari daerah-daerah seperti di Jawa
dan pantai-pantai Sumatra untuk digarap seperti di negeri asal mereka.
Mereka juga telah mengenal perikanan laut dan pelayaran, sehingga rute
perpindahan ke Nusantara juga memanfaatkan jalan laut. Bangsa Indonesia
sekarang yang termasuk keturunan bangsa Deutero Melayu, misalnya suku
bangsa Jawa, Madura, Menado dan Melayu (Sumatra, Kalimantan dan
Malaka).
Selanjutnya berdasarkan perbedaan ras, manusia ( penduduk ) Indonesia
awal paling tidak ada 4 (empat) ras, yaitu Manusia Purba, Ras Weddid
(Wedda), Ras Papua - Melanesoida (Negrito), dan Ras Melayu (Austronesia).
Kesimpulan
Setelah
Disusunnya Makalah ini dapat disimpulkan :
1.
Zaman
pra aksara di Indonesia berdasarkan ciri kehidupan masyarakat, dibagi dalam
empat babak, yaitu masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana,
masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut, .masa bercocok tanam, dan
masa perundagian.
2.
Perubahan
dari masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut ke masa bercocok
tanam, memakan waktu yang sangat panjang.
No comments:
Post a Comment